Tidak semua anak disleksia memperlihatkan seluruh gejala, yang mencirikan adanya disleksia ringan, sedang, hingga berat. Seorang guru sebaiknya memberikan system pengajaran yang individual. Untuk itu, kerjasama antara orang tua, guru dan psikolog sangat diperlukan untuk menangani disleksia pada anak. jika masalah disleksia pada anak tidak ditangani secara tuntas, akan memberikan dampak yang buruk terhadap masa depan anak. Banyak anak yang mengalami disleksia yang tidak mendapatkan penanganan menjadi frustasi dan drop out dari sekolah.
Pada dasarnya, ada berbagai variasi tipe disleksia sehingga tidak ada satu pola baku yang cocok untuk semua tipe disleksia. Misalnya, ada anak disleksia yang mengalami hambatan dengan ingatan pendek, tetapi justru sangat baik dalam ingatan jangka panjangnya. Oleh sebab itu, sangat baik bila Anda konsultasikan masalah ini kepada ahlinya.
Kurangnya pengetahuan para orang tua mengenai masalah disleksia menyebabkan kasus disleksia pada anak sering tidak terdeteksi. Jika ditangani secara dini kondisi ini dapat diatasi. Oleh karena itu, para orang tua dituntut untuk lebih perhatian pada anak-anak, terutama ketika mereka mulai belajar membaca. Dengan begitu, kelainan seperti disleksia dapat dideteksi dan ditangani sejak dini.
Sebagian ahli membagi disleksia sebagai visiual, disleksia auditori dan disleksia kombinasi (visual-auditori). Sebagian ahli lain membagi disleksia berdasarkan apa yang dipersepsi oleh mereka yang mengalaminya yaitu persepsi pembalikan konsep (suatu kata dipersepsi sebagai lawan katanya), persepsi disorientasi vertical atau horizontal (huruf atau kata berpindah tempat dari depan ke belakang atau sebaliknya, dari barisan atas ke barisan bawah dan sebaliknya), persepsi teks terlihat terbalik seperti di dalam cermin, dan persepsi di mana huruf atau kata-kata tertentu jadi seperti “ menghilang.”
penyandang disleksia biasanya mengalami masalah-masalah, seperti :
1. Masalah fonologi: Yang dimaksud masalah fonologi adalah hubungan sistematik antara huruf dan bunyi. Misalnya mereka mengalami kesulitan membedakan ”paku” dengan ”palu”; atau mereka keliru memahami kata-kata yang mempunyai bunyi hampir sama, misalnya ”lima puluh” dengan ”lima belas”. Kesulitan ini tidak disebabkan masalah pendengaran, tetapi berkaitan dengan proses pengolahaninput di dalam otak.
2. Masalah mengingat perkataan: Kebanyakan anak disleksia mempunyai level kecerdasan normal atau di atas normal. Namun, mereka mempunyai kesulitan mengingat perkataan. Mereka mungkin sulit menyebutkan nama teman-temannya dan memilih untuk memanggilnya dengan istilah “temanku di sekolah” atau “temanku yang laki-laki itu”. Mereka mungkin dapat menjelaskan suatu cerita, tetapi tidak dapat mengingat jawaban untuk pertanyaan yang sederhana.
3. Masalah penyusunan yang sistematis atau berurut: Anak disleksia mengalami kesulitan menyusun sesuatu secara berurutan misalnya susunan bulan dalam setahun, hari dalam seminggu, atau susunan huruf dan angka. Mereka sering ”lupa” susunan aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya, misalnya lupa apakah setelah pulang sekolah langsung pulang ke rumah atau langsung pergi ke tempat latihan sepak bola. Padahal, orangtua sudah mengingatkannya bahkan mungkin hal itu sudah pula ditulis dalam agenda kegiatannya. Mereka juga mengalami kesulitan yang berhubungan dengan perkiraan terhadap waktu. Misalnya mereka mengalami kesulitan memahami instruksi seperti ini: ”Waktu yang disediakan untuk ulangan adalah 45 menit. Sekarang pukul 08.00. Maka 15 menit sebelum waktu berakhir, Ibu Guru akan mengetuk meja satu kali”. Kadang kala mereka pun ”bingung” dengan perhitungan uang yang sederhana, misalnya mereka tidak yakin apakah uangnya cukup untuk membeli sepotong kue atau tidak.
4. Masalah ingatan jangka pendek: Anak disleksia mengalami kesulitan memahami instruksi yang panjang dalam satu waktu yang pendek. Misalnya ibu menyuruh anak untuk “Simpan tas di kamarmu di lantai atas, ganti pakaian, cuci kaki dan tangan, lalu turun ke bawah lagi untuk makan siang bersama ibu, tapi jangan lupa bawa serta buku PR Matematikanya, ya”, maka kemungkinan besar anak disleksia tidak melakukan seluruh instruksi tersebut dengan sempurna karena tidak mampu mengingat seluruh perkataan ibunya.
5. Masalah pemahaman sintaks: Anak disleksia sering mengalami kebingungan dalam memahami tata bahasa, terutama jika dalam waktu yang bersamaan mereka menggunakan dua atau lebih bahasa yang mempunyai tata bahasa yang berbeda. Anak disleksia mengalami masalah dengan bahasa keduanya apabila pengaturan tata bahasanya berbeda daripada bahasa pertama. Misalnya dalam bahasa Indonesia dikenal susunan diterangkan–menerangkan (contoh: tas merah). Namun, dalam bahasa Inggris dikenal susunan menerangkan-diterangkan (contoh: red bag).
Bagaimana mengenali disleksia?
Tidak ada satu jenis tes pun yang khusus atau spesifik untuk menegakkan diagnosis disleksia. Diagnosis disleksia ditegakkan secara klinis berdasarkan cerita dari orang tua, observasi dan tes psikometrik yang dilakukan oleh dokter anak atau psikolog. Selain dokter anak dan psikolog, profesional lain seyogyanya juga terlibat dalam observasi dan penilaian anak disleksia yaitu dokter saraf anak (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan neurologis), audiologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan pendengaran), opthalmologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan penglihatan), dan tentunya guru sekolah.
Anak disleksia di usia pra sekolah menunjukkan adanya keterlambatan berbahasa atau mengalami gangguan dalam mempelajari kata-kata yang bunyinya mirip atau salah dalam pelafalan kata-kata, dan mengalami kesulitan untuk mengenali huruf-huruf dalam alphabet, disertai dengan riwayat disleksia dalam keluarga.
Keluhan utama pada anak disleksia di usia sekolah biasanya berhubungan dengan prestasi sekolah, dan biasanya orang tua ”tidak terima” jika guru melaporkan bahwa penyebab kemunduran prestasinya adalah kesulitan membaca. Kesulitan yang dikeluhkan meliputi kesulitan dalam berbicara dan kesulitan dalam membaca.
Pertanda disleksia pada anak usia sekolah dasar.
Kesulitan dalam berbicara :
- Salah pelafalan kata-kata yang panjang
- Bicara tidak lancar
- Menggunakan kata-kata yang tidak tepat dalam berkomunikasi
Kesulitan dalam membaca:
- Sangat lambat kemajuannya dalam ketrampilan membaca
- Sulit menguasai / membaca kata-kata baru
- Kesulitan melafalkan kata-kata yang baru dikenal
- Kesulitan membaca kata-kata ”kecil” seperti: di, pada, ke
- Kesulitan dalam mengerjakan tes pilihan ganda
- Kesulitan menyelesaikan tes dalam waktu yang ditentukan
- Kesulitan mengeja
- Membaca sangat lambat dan melelahkan
- Tulisan tangan berantakan
- Sulit mempelajari bahasa asing (sebagai bahasa kedua)
- Riwayat adanya disleksia pada anggota keluarga lain.
Dari sumber lain mengatakan, ciri disleksia :
Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya.
Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai
Huruf tertukar-tukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, ’s’ tertukar ’z’
Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat.
Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (“menulis” dibaca sebagai “tulis”).
Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataanyang tidak pernah dijumpai.
Tertukar-tukar kata (misalnya : dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat, mana-nama).
Daya ingat jangka pendek yang buruk
Kesulitan memahami kalimat yang dibaca atau pun yang didengar
Tulisan tangan yang buruk
Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung
Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
Kesulitan dalam mengingat kata-kata
Kesulitan dalam diskriminasi visual
Kesulitan dalam persepsi spatial
Kesulitan mengingat nama-nama
Kesulitan / lambat mengerjakan PR
Kesulitan memahami konsep waktu
Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
Kebingungan atas konsep alfabet dan simbol
Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari
Kesulitan membedakan kanan kiri
Berikut dari sumber lain, mengatakan ciri-ciri anak yang mengalami disleksia:
1. Ketika membaca lisan, ada kata-kata yang terlewat, serta adanya penambahan atau penyimpangan kata-kata.
2. Anak membaca dengan lambat.
3. Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
4. Kesulitan dalam mengurutkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
5. Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.
6. Sulit mengeja secara benar. Bisa jadi, anak mengeja satu kata dengan bermacam ucapan, walaupun kata tersebut berada di halaman yang sama.
7. Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar, terbalik-balik ketika membunyikan huruf yang mempunyai kemiripan bentuk (seperti: d–b, u–n, atau m–n), serta rancu membedakan huruf atau fonem yang memiliki kemiripan bunyi (seperi: v dan f).
8. Membaca suku kata dengan benar di satu halaman, tetapi salah di halaman lainnya.
9. Mengalami kesulitan saat harus memahami teks yang dibacanya. Mungkin anak bisa membaca dengan benar, tetapi tidak mengerti dengan teks yang dibacanya.
10. Sering terbalik-balik dalam menuliskan atau mengucapkan kata, misalnya: “hal” menjadi “lah”, “kelinci berada di atas meja” menjadi “berdiri kelinci di atas meja”.
11. Rancu terhadap kata-kata yang singkat, seperti: ke, dari, dan, serta jadi.
12. Bingung menentukan harus menggunakan tangan yang mana untuk menulis.
13. Sering lupa mencantumkan huruf besar atau mencantumkannya di tempat yang salah.
14. Sering lupa meletakkan tanda baca, seperti: titik, koma, tanda tanya, atau tanda seru.
15. Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang bagus.
16. Menulis dengan adanya jarak pada huruf-huruf dalam satu rangkaian kata. Selain itu, tulisannya kadang-kadang naik dan kadang-kadang turun.
17. Menempatkan paragraf secara keliru.
Menurut Hargrove dan Poteet, 1984, ada 13 jenis perilaku yang mengindikasikan bahwa anak berkesulitan belajar membaca lisan, yaitu:
1) Menunjuk tiap kata yang sedang dibaca.
2) Menelusuri tiap baris yang sedang dibaca dari kiri ke kanan dengan jari.
3) Menggerakkan kepala, bukan matanya yang bergerak.
4) Menempatkan buku dengan cara yang aneh.
5) Menempatkan buku terlalu dekat dengan mata.
6) Sering melihat gambar.
7) Mulutnya komat-kamit waktu membaca.
8) Membaca kata demi kata.
9) Membaca tanpa ekspresi.
10) Adanya suara aneh atau tegang
-diambil dari berbagai sumber-
No comments:
Post a Comment