Saturday, February 11, 2012

I am Somebody - Disleksia Part III

Bisa sembuh kah? 
Penelitian retrospektif menunjukkan disleksia merupakan suatu keadaan yang menetap dan kronis. “Ketidak mampuannya” di masa anak yang nampak seperti “menghilang” atau “berkurang” di masa dewasa bukanlah kareana disleksia nya telah sembuh namun karena individu tersebut berhasil menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan yang diakibatkan oleh disleksia nya tersebut.
Mengingat demikian “kompleks”nya keadaan disleksia ini, maka sangat disarankan bagi orang tua yang merasa anaknya menunjukkan tanda-tanda seperti tersebut di atas, agar segera membawa anaknya berkonsultsi kepada tenaga medis profesional yang kapabel di bidang tersebut. Karena semakin dini kelainan ini dikenali, semakin “mudah” pula intervensi yang dapat dilakukan, sehingga anak tidak terlanjur larut dalam kondisi yang lebih parah.
Apa yang dapat dilakukan
  • Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru
  • Anak duduk di barisan paling depan di kelas
  • Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15, pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50
  • Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)
  • Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup.
  • Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama misalnya ’b’ dengan ’d’. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja. Pembentukan huruf yang betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis huruf-huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk bulat: ”g, c, o, d, a, s, q”, bentuk zig zag: ”k, v, x, z”, bentuk linear: ”j, t, l, u, y”, bentuk hampir serupa: ”r, n, m, h”.
  • Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita perlu menyadari bahwa anak disleksia mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan suatu soal matematika, oleh karena itu tidak bijaksana untuk ”memaksakan” cara penyelesaian yang klasik jika cara terebut sukar diterima oleh sang anak.
  • Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka menjadi demikian buruk akibat ”perbedaan” yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi individu dengan ”self-esteem” yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika hal ini  tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan menyulitkan proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-sekali membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.

Penanganan Secara UmumAnak disleksia dapat belajar di sekolah reguler ataupun disekolah khusus. Jika dengan kesulitan belajarnya tersebut, anak masih dapat mengikuti pelajaran dengan nilai yang “cukup” dan perkembangan sosial dan emosinya tidak terganggu, maka kondisi ini masih memungkinkan anak itu untuk belajar disekolah reguler. Namun jika kesulitannya itu sangat berpengaruh pada prestasi belajarnya, bahkan sampai tidak naik kelas, maka anak seperti ini sebaiknya ditangani di sekolah khusus agar memperoleh penanganan yang lebih terfokus. Di sekolah khusus yang menangani anak-anak yang memiliki kesulitan belar spesifik (diantaranya anak disleksia), dilakukan pendekatan sebagai berikut:
1) Manajemen kelas kecil dengan kelas yang terdiri dari 10 anak, yang dibimbing oleh 2 orang guru, perhatian
guru untuk masing-masing anak lebih terfokus. Dalam kelas yang relatif kecil ini, siswa juga lebih mudah
mengarahkan perhatiannya.
2) Pendekatan multisensoryAgar siswa lebih mudah memahami pelajaran, guru menyampaikan materi melalui
berbagai indera, baik penglihatan, pendengaran, sentuhan, ataupun dengan pengalaman langsung.
3) Adanya aturan kelasAturan kelas berfungsi untuk mengkondisikan situasi belajar di kelas agar menjadi
kondusif dan proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan lancar. Aturan di masing-masing kelas bisa
berbeda, tergantung dari kondisi siswa dari kelas yang bersangkutan.
4) Adanya reward systemUntuk siswa berkesulitan belajar, reward system ini amat bermanfaat untuk
membangun motivasi mereka. Pada mulanya reward bersifat eksternal dan secara bertahap diubah menjadi
internal
5) Pelatihan ketrampilan sosialPelatihan ini berguna untuk meningkatkan pemahaman terhadap diri sendiri
maupun lingkungan sosial anak. Dalam pelatihan ini, anak juga diarahkan untuk memahami kesulitan
belajarnya dan bagaimana strategi untuk mengatasinya.
6) Belajar dengan iringan musikDi kelas anak belajar dengan iringan musik klasik, untuk mengarahkan
konsentrasi dan emosi mereka.
7) Kegiatan ekstra-kurikuler difokuskan untuk meminimalkan kesulitan belajar anakKegiatan ini bukan
diarahkan pada prestasi, tetapi lebih pada melatih proses-proses yang dapat meminimalkan kesulitan belajar
siswa. Misalnya kegiatan sepak bola difokuskan untuk melatih koordinasi visual-motorik dan kerjasama.

Beberapa Contoh Strategi yang Dilakukan di Kelas
Secara faktual, kesulitan anak disieksia bukan hanya pada membaca, tetapi juga pada bidang lain. Menurut
Pollock & Waller (1994), anak disieksia dapat mengalami gangguan di satu atau beberapa bidang dalam
proses belajarnya, yaitu:

1) Membaca
Membaca Membaca dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
Membaca teknis. Membaca teknis Anak yang memiliki kesulitan membaca secara teknis biasanya persepsi visualnya terganggu. Strategi yang dilakukan guru untuk meningkatkan kemampuan membaca anak, antara lain dengan 1) Mulai dari hal yang sudah dikuasai anak. Misalnya mulai dari pengenalan huruf, suku kata, kata yang terdiri dari dua suku kata, dst. 2) Dikte Guru mendiktekan kata atau kalimat, lalu anak menuliskannya.Anak mendiktekan kata atau kalimat, lalu guru menuliskan, dan anak membacanya kembali
3) Membaca wacana dan menjawab pertanyaan bacaanMembaca bacaan menggambar, misalnya dari buku cerita
Membaca pemahaman
Anak yang memiliki kesulitan untuk memahami bacaan, biasanya mengalami gangguan dalam berpikir secara
konseptual. Kemungkinan ia juga kurang memahami kata kata demi kata dalam bacaan tersebut. Strategi yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman antara lain:
Memberikan bantuan gambar pada saat menjelaskan suatu konsep
Mind MappingStrategi ini diberikan agar anak memperoleh gambaran umum dari materi yang akan
diajarkan
Sebelum membaca suatu wacana, dengan hanya melihat judulnya saja, anak dibiasakan untuk bertanya:
apa, siapa, dimana, kapan, mengapa, bagaimana
Penjelasan langsung pada saat mengalami suatu kejadian, misalnya berkelahi dengan teman, anak langsung
dijelaskan sebab akibatnya
Membaca wacana tanpa gambarGuru dan siswa membaca bersama, kemudian secara bertahap guru
memperkecil volume suaranya
Membedakan b dan d dengan bantuan ibu jari tangan kiri dan kanan.
Membuat huruf dengan lilin
Saat freetime digunakan untuk membuat tugas-tugas yang melatih persepsi visual
Pada pelajaran membaca di kelas, siswa yang mengalami kesulitan membaca diberi giliran membaca paling
akhir agar ia dapat mendengarkan teman-temannya terlebih dahulu.
Pada saat tes, tulisan diperbesar.
Anak diberikan bantuan dalam membaca, misalnya dibacakan soal pada saat tes, namun bantuan tersebut
akan dikurangi secara bertahap sejalan dengan meningkatnya kemampuan anak
Pengurangan jumlah soal

2) Menulis
Beberapa anak disleksia memiliki tulisan yang buruk. Biasanya hal ini disebabkan karena kontrol motorik yang kurang baik dan tekanan yang kurang sesuai pada saat menulis. Strategi yang biasa dilakukan guru untuk memperbaiki bentuk 

tulisan, antara lain dengan:

1) Latihan menulis halus, berupa pola ataupun kalimat. Latihan ini biasanya diberikan pada saat freetime
ataupun sebagai hukuman apabila anak melakukan suatu kesalahan
2) Menggunakan pencil grip
3) Menggunakan pensil 2B untuk anak yang tekanannya terlalu lemah dan pensil H untuk yang tekanannya
sangat kuat
4) Pada saat freetime, diberikan tugas-tugas untuk melatih kemampuan motorik halus, seperti aktivitas ‘dot
to dot’

3) Memahami urutan (sequencing)
Sebagian anak disleksia mengalami gangguan dalam pemahaman urutan (sequential problem). Mereka seringkali sulit mengingat urutan hari dalam satu minggu atupun bulan dalam satu tahun. Mereka juga sulit mengingat deret angka seperti 3, 6, 9, dst… Strategi yang dilakukan guru untuk melatih kemampuan sequencing siswa, antara lain dengan:
1) Siswa diminta untuk menceritakan kembali secara runtut dari apa yang telah diceritakan guru
2) Siswa diminta untuk memceritakan kembali secara runtut dari film pendek yang baru saja ditonton
3) Siswa diminta untuk bercerita, baik secara lisan maupun tertulis, tentang kejadian yang baru dialaminya
4) Melakukan permainan yang melatih kemampuan squencing



4) Memahami orientasi
Banyak anak disleksia yang ragu mengenai orientasi, seperti kiri-kanan, depan-belakang, dan atas-bawah. Bahkan ada di antara mereka yang benar-benar mengalami disorientasi tentang waktu dan tempat dimana mereka berada. Strategi yang dilakukan guru untuk meningkatkan kemampuan orientasi siswa, antara lain:
1) Latihan baris-berbaris
2) Untuk anak yang benar-benar disorientasi mengenai kiri dan kanan, salah satu tangannya diberi tanda,
misalnya dengan gelang
3) Setiap hari di kelas ditekankan mengenai hari dan tanggal
4) Melakukan permainan yang melatih kemampuan orientasi anak. Misalnya guru memberikan instruksi:
“Pegang telinga kiri dengan tangan kanan”

5) Memahami angka
Sebagian anak disleksia juga mengalami kesulitan dalam pelajaran matematika. Hal ini biasanya berhubungan dengan kemampuan pemahaman bahasa, masalah sequential, dan pemahaman simbol. Seringkali mereka mengalami kesulitan dalam menghitung mundur dan salah menempatkan angka dalam proses penjumlahan atau pengurangan (spatialproblem). Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, strategi yang digunakan guru antara lain: Menggunakan kertas berpetak untuk proses penjumlahan dan pengurangan2)
Simbol < dan > digambarkan seperti mulut buaya. Disampaikan kepada siswa bahwa mulut buaya selalu
menghadap ke angka yang lebih besar.

Di kelas, guru-guru mempunyai strategi yang dikembangkan dengan kreativitasnya masing-masing untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

Sumber lain  memberitahu cara penanganan disleksia : 
1. Pengembangan kemampuan berbahasa dan berbicara
  • Demonstrasikan apa yang ingin dikerjakan anak.
  • Menceritakan kepada anak hal yang sedang dilakukannya.
  • Mendorong anak bercakap-cakap.
  • Memperlihatkan kepada anak gambar yang menarik (bukan gambar makhluk bernyawa, red.) sehingga anak mampu mendeksripsikan dan menginterpretasikannya.
  • Membaca dan menceritakan cerita pendek kepada anak.
  • Meminta atau memmberi dukungan kepada anak untuk bercerita di depan kelas tentang situasi menarik yang dialami di rumah atau di tempat lain.
  • Membuat permainan telepon-teleponan.
2. Pengembangan fungsi visual
a. Diskriminasi visual
Menandai bentuk yang berbeda. Misalnya, pilihlah gambar seri buah-buahan, lalu mintalah anak melingkari gambar buah yang berbeda.
  • Mendeteksi persamaan dan perbedaan benda. Misalnya, anak diminta menjelaskan perbedaan meja dan kursi.
  • Mengelompokkan benda/objek. Misalnya, anak diminta mengelompokkan daun yang sejenis atau mengelompokkan buah-buahan.
  • Menjodohkan huruf dan kata.
  • Menjiplak.
  • Menelusuri pola tertentu.
b. Resepsi visual
  • Ajari anak mengenali dan membedakan berbagai bentuk dan objek datar sederhana dalam ukuran, warna, dan posisi yang berbeda. Kemudian, teruskan mengenali bentuk tiga dimensi atau bentuk lain. Misalnya: segitiga, lingkaran, segiempat, tanda panah, huruf, dan kata.
  • Sediakan berbagai pengalaman kepada anak melalui kegiatan berbelanja, bepergian, atau bertamasya ke tempat rekreasi maupun hiburan.
  • Bantulah anak mengamati dan membicarakan hal-hal yang dilihat; bisa dilakukan melalui metode permainan.
  • Ajari anak memahami simbol-simbol dan gambar-gambar.
c. Asosiasi visual
  • Bantulah anak belajar mengidentifikasi konsep-konsep yang berlawanan dalam bentuk visual, yang dimulai dengan ciri nyata (besar-kecil) dan berangsur-angsur menuju ide yang lebih abstrak yang harus diverbalisasikan oleh anak (misalnya: bahagia-sedih).
  • Gunakan analaogi gambar. Misalnya, perlihatkan gambar kuda dan rumput, lalu mintalah anak untuk menemukan kesamaannya dengan gambar kucing atau ikan (catatan: hilangkan bagian kepada pada gambar, karena terdapat riwayat mauquf yang sanadnya sahih, dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma; beliau berkata, “Gambar itu dikatakan hidup bila memiliki kepala. Maka jika kepalanya dipotong tidak lagi teranggap gambar hidup.”)*
  • Bantulah anak melakukan pengklasifikasian konsep ke dalam suatu kumpulan, melalui penemuan suatu gambar atau objek mengenai kategori khusus yang cocok, misalnya: buah-buahan dan sayur-sayuran.
d. Visual closure
  • Bermain puzzle.
  • Sajikan rangsangan visual (huruf, gambar, kata, dan warna) untuk beberapa detik atau menit, lalu mintalah anak memilih jenis yang sama di antara beberapa pilihan.
  • Sajikan pengalaman tidak lengkap dan mintalah anak mengintegrasikan semua bagian yang ditayangkan. Misalnya, latihan mengingat wajah.
e. Memori visual
  • Perlihatkan gambar kepada anak, lalu pindahkan tutupnya atau acaklah urutan gambar tersebut. Mintalah anak menyebutkan satu per satu jenis-jenis atau detail-detail dalam gambar.
  • Perlihatkan suatu gambar kepada anak, bisa berupa desain geomteri atau contoh gambar lainnya. Pindah, tutup, atau putar gambar tersebut dan mintalah anak menggambar dari memori yang dilihatnya. Jika anak tidak dapat menggambar sesuai detail yang ada, ulangi sampai anak melakukannya dengan baik. Dalam hal ini, kompleksitas dan pola gambar berangsur-angsur ditingkatkan.
  • Ajari anak teknik mengungkapkan kembali pengalaman visual secapat mungkin dengan menggunakan verbalisasi, pengelompokan, pembalikan, atau tanggapan motorik.
  • Kembangkan visual memori anak dengan cara melihat berbagai benda, objek, atau gambar yang terkondisikan sedemikian rupa. Misalnya, meminta anak memberikan objek yang dilihat secara visual atau berupa gambar, kemudian anak diminta memberikan warna pakaian yang dilihat.
3. Pengembangan fungsi auditif
a. Diskriminasi auditori
  • Berikan kepada anak suatu seri kata yang mulai dengan bunyi huruf awal yang sama.
  • Berikan kepada anak suatu seri kata bersajak, yang tergabung dengan kata lain tidak bersajak. Misalnya: bas, ras, mas, bis, tor, atau tip.
  • Ketuk atau pukullah suatu objek, sedangkan anak dalam kondisi memalingkan muka ke sisi lain. Kemudian mintalah anak menebak objek yang diketuk atau dipukul tersebut.
  • Tutup mata anak dan mintalah dia menceritakan arah asal bunyi yang didengar.
b. Resepsi auditori
Jika anak kesulitan menganalisis makna kata, sajikan pengalaman motorik secara simultan dengan rangsangan auditori, tetapi tetap menekankan makna auditori.
c. Auditori closure
Bantulah anak mengembangkan kebiasaan berlatih mendengarkan suatu pembicaraan dan mengatakannya kembali (secara berbisik) sebelum dikatakan secara keras atau secara sempurna.
d. Memori auditori
Ketuk bangku atau objek lain, lalu mintalah anak menerka banyaknya ketukan yang dilakukan, serta mintalah anak mengulangi pola ketukan tersebut.
4. Pendekatan pengajaran membaca bagi anak disleksia (pendekatan visual-auditif-kinestetik-taktil)
  • Berikan kartu huruf dan ucapkanlah, kemudian anak menirukan apa yang diucapkan.
  • Setelah nama huruf dikuasai anak, ucapkan bunyi huruf dan anak mengikutinya. Selanjutnya tanyakan kepada anak, “Apa nama bunyi huruf ini?” Lalu Anak diminta menyebutkan bunyinya.
  • Ucapkan bunyi huruf, sedangkan bagian kartu yang bertuliskan huruf tidak diperlihatkan kepada anak (menghadap ke Anda). Kemudian perlihatkan kartu tersebut dan tanyakan kepada anak tentang nama huruf tersebut, lalu anak menjawabnya.
  • Tuliskan huruf yang dipelajari, terangkan, dan jelaskan. Anak memahami bunyi, bentuk, dan cara membuat huruf dengan cara menelusuri huruf yang dibuat, lalu menyalin huruf tersebut berdasarkan memorinya. Akhirnya, anak menulis sekali lagi tanpa mencontoh. Setelah dikuasai betul oleh anak, lanjutkan dengan huruf lain. Jika anak sudah menguasai beberapa huruf, lanjutkan dengan merangkai kata dengan pola KVK (konsonan-vokal-konsonan).

-diambil dari berbagai sumber-


No comments: